Penjabaran UU No. 24 Tahun
1997 tentang Penyiaran
Disusun oleh :
IRENE PUTRI ISLAMI
Kelas :
3EB19
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih dan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
kami yang berjudul “Sejarah Berdirinya Koperasi” adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen yang bersangkutan.
Saya mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah memberi bimbingan dan motivasi yang sangat membantu dalam
penyelesaian pembuatan makalah ini. Ucapan terimakasih ini saya sampaikan
kepada :
1.
Ibu Oktavia Anna Rahayu selaku dosen
mata kuliah Aspek
Hukum dalam Ekonomi.
2.
Kedua orang tua saya yang telah
memberikan motivasi serta doa kepada saya.
3.
Serta
teman-teman yang
merupakan adik-adik kelas saya, kelas 2EB33 yang telah
memberikan berbagai informasi
kepada saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan
untuk perbaikan diwaktu yang akan datang.
Bekasi, 5 Juni 2016
(Penulis)
PEMBAHASAN
Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator
penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga
Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di
wilayah setingkat Provinsi.
Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan
Lembaga Penyiaran Komunitas.
LEMBAGA PENYIARAN
Sejarah perkembangan penyiaran di
Indonesia sendiri mulai menemukan geliatnya sejak disahkannya UU penyiaran oleh
Presiden pada tahun 1997, dengan terbitnya UU no 24 Tahun 1997. Hal yang sangat
penting dengan dikeluarkannya UU Penyiaran adalah pengakuan pemerintah kepada
lembaga penyiaran swasta yang sebelumnya hanya Radio Republik Indonesia (RRI)
dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang diakui pemerintah waktu itu
Seiring perkembangan waktu maka di
Indonesia dikenal bermacam-macam lembaga penyiaran yaitu:
1. Lembaga Penyiaran Swasta
2. Lembaga Penyiaran Publik
3. Lembaga Penyiaran Komunitas, dan
4. Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Sebelumnya dalam UU No 24 Tahun 1997 dikenal dengan Lembaga Penyiaran
Pemerintah, kemudian ada perubahan dalam UU Penyiaran yang baru yaitu UU no 32
Tahun 2002. Lembaga penyiaran pemerintah, publik, dan swasta.
1. Lembaga Penyiaran Pemerintah
Pengertian
Dalam UU no 24 Tahun 1997
Pasal 10 (1) Lembaga Penyiaran Pemerintah adalah suatu unit kerja organik di bidang penyiaran
di lingkungan Departemen Penerangan, yang diberi wewenang khusus, berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, serta berkedudukan di ibu kota
negara, yang stasiun penyiarannya berada di ibu kota negara, ibu kota propinsi,
dan ibu kota kabupaten/kotamadya yang dianggap perlu.
Pasal ini menerangkan bahwa
lembaga penyiaran ini bagian dari lembaga pemerintah yang berada di bawah
Menteri Penerangan yang secara otomatis bertanggung jawab kepadanya. Kemudian
setelah terbit UU No 32 Tahun 2002, lembaga penyiaran ini berubah menjadi
Lembaga Penyiaran Publik yang di atur dalam pasal 14 dan 15 yang kemudian
secara pengertiannya pun berubah menjadi lembaga penyiaran yang berbentuk badan
hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial,
dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat (14 ayat 1),
Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Radio
Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat
penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia (Pasal 14 Ayat 2). Hal
yang membedakan keduanya adalah pertama dalam UU No 24 Tahun 1997 bernama
lembaga penyiaran pemerintah yang berada di bawah Menteri Penerangan dan
bertanggung jawab kepadanya pengaturannya juga masih menggunakan peraturan
pemerintah dalam aktifitasnya sedangkan dalam UU No 32 Tahun 2002 di bentuk Dewan Pengawas dan Dewan
Direksi yang semuanya diatur dalam Undang-undang yang yang berlaku tentang
penyiaran dan segala bentuk aktifitasnya. Tentang perubahan status
TVRI menjadi Persero dan nama dari penyiaran pemerintah menjadi penyiaran
publik ini di atur dalam Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2005. Kedua, dalam
segi pembiayaan pada UU No 32 Tahun 2002 lebih terbuka dan beragam dibanding
pada UU No 24 Tahun 1997. Pasal 10 Ayat (7) menerangkan:
a.
Sumber
pembiayaan Lembaga Penyiaran Pemerintah diperoleh dari: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN);
b.
Alokasi dana
dari iuran penyiaran, kontribusi, dan biaya izin penyelenggaraan penyiaran;
c.
Alokasi dana dari siaran iklan niaga Radio Republik Indonesia; dan
d.
Usaha-usaha lain
yang sah.
Sedangkan dalam UU No 32 Tahun 2002 menerangkan pada Pasal 15 (1) Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari :
a.
Iuran penyiaran;
b.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c.
Sumbangan
masyarakat;
d.
Siaran iklan;
dan
e.
usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Lembaga
Penyiaran Pemerintah/Publik adalah lembaga penyiaran yang berada dalam
pengawasan dan pengaturan pemerintah bersifat independen, netral, tidak
komersial, serta bertujuan untuk melayani kepentingan kepada informasi
masyarakat, dan dibiayai oleh negara.
UU No 32 Tahun 2002 juga membagi lembaga penyiaran
publik kepada dua kategori sesuai tempatnya, (1) Lembaga Penyiaran Publik, dan
(2) Lembaga Penyiaran Publik Lokal yang diatur dalam pasal 14 Ayat 3 yang
berbunyi di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga
Penyiaran Publik lokal. Untuk lebih jelasnya ada dalam lampiran UU No 32 Tahun
2002.
2. Lembaga Penyiaran Swasta
Pengertian
Hal yang sangat penting dari lahirnya UU Penyiaran Tahun 1997 adalah
diakuinya Lembaga Penyaiaran Swasta, dengan beragamnya lembaga penyiaran maka
semakin beragam pula informasi yang sampai kepada masyarakat sebagai bagian
dari pembelajaran melalui dunia penyiaran. Menurut UU No 24 Tahun 1997, Pasal
11 (1) dan (2), dan (3) yang berbunyi:
(1)
Lembaga Penyiaran Swasta adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau
siaran televisi.
(2)
Lembaga Penyiaran Swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia
yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam
kegiatan yang menentang Pancasila.
(3)
Lembaga Penyiaran Swasta dilarang didirikan semata-mata hanya dikhususkan untuk
menyiarkan mata acara tentang aliran politik, ideologi, agama, aliran tertentu,
perseorangan, atau golongan tertentu.
Dalam Undang-undang ini pengertian
penyiaran swasta berarti lembaga penyiaran yang mempunyai Badan Hukum Indonesia
yang mempunyai usaha hanya dibidang penyiaran radio dan televisi. Setelah
terbit UU No 32 Tahun 2002 pengertian tentang lembaga penyiaran ini pun
mendapat perubahan pada Pasal 16 menerangkan
(1)
Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan
jasa penyiaran radio atau televisi.
(2)
Warga negara asing dilarang menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta, kecuali
untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
Selanjutnya dalam hal permodalan dan saham diatur
sebagaimana dalam UU No 24 Tahun 1997 Pasal 12:
(1)
Lembaga Penyiaran Swasta didirikan dengan modal yang sepenuhnya dimiliki oleh
warga negara Indonesia atau badan hukum yang seluruh modal sahamnya dimiliki
oleh warga negara Indonesia.
(2)
Penambahan atau pemenuhan modal berikutnya bagi pengembangan Lembaga Penyiaran
Swasta hanya dapat dilakukan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan setelah
mendapat persetujuan Pemerintah. (3) Penambahan atau pemenuhan kebutuhan modal
melalui pasar modal dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Sedangkan UU No 32 Tahun 2002 Pasal 17 menerangkan
sebagaimana berikut:
(1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) didirikan dengan modal awal yang seluruhnya
dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
(2) Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan
penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari
modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari
seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.
(3)
Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.
Jelas sekali perubahan yang terlihat dari dua
undang-undang penyiaran ini, walau secara efek pasti ada positif dan negatif yang
ditimbulkannya. Karena ini adalah urusan keuangan maka akan banyak hal-hal yang
sensitif yang bisa berubah dalam berbagai aspek. Baik dari kebijakan perusahaan
maupun dalam hal isi atau kebijakan penyiaran. Diakui atau tidak, dalam
beberapa tahun terakhir apabila UU No 24 Tahun 1997 masih berlaku maka
undang-undang penyiaran ini banyak yang dilanggar khususnya mengenai pengaturan
dalam Pasal 11 ayat 3 yaitu ketika penyelenggaraan Pemilihan Umum pada tahun
2014 lalu.
Dari uraian diatas dapat diambil simpul bahwa
lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial,
berbadan hukum Indonesia dan hanya mempunyai usaha penyiaran radio dan
televisi.
Hal yang paling mendasar dari perubahan kedua
undang-undang ini adalah dalam hal pertanggungjawaban, dalam UU No 24 Tahun
1997 lembaga penyiaran ada dalam lingkup kementerian Departemen Penerangan yang
bertanggung jawab kepada presiden, sedangkan dalam UU No 32 Tahun 2002 adanya
Komisi Penyiaran Indonesia sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan
kepenyiaran di seluruh Indonesia.
KESIMPULAN
Lembaga penyiaran yang ada sesungguhnya mempunyai
tujuan yang sama menurut undang-undang yaitu dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bahwa adanya sistem penyiaran supaya terciptanya tatanan
informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sebuah negara yang berdaulat diperlukan
pengaturan yang jelas tentang berbagai hal, termasuk penyiaran. Hal ini
diperlukan karena penyiaran sangat bersentuhan langsung dengan berbagai
dinamika kehidupan dalam negara dan masyarakat. Semakin baik aturan penyiaran,
semakin baik efek yang ditimbulkan dalam masyarakat. Akan tetapi apabila aturan
penyiaran yang berlaku menunjukkan ketidakjelasan maka efek yang buruk akan
terasa di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Referensi
Tebba, Sudirman. Hukum Media Massa Nasional. Pustaka Irvan. Jakarta. 2007
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran
https://realline.wordpress.com/2012/05/16/undang-undang-penyiaran-di-indonesia-dan-aplikasinya/
http://id.tongkatali-ingredients.com/undang-undang/uu_penyiaran/uu_penyiaran_index.html