ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI
ANTI
MONOPOLI
&
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT
Disusun
oleh :
Adnesta Maria (20213264)
Dinda
Santika (22213560)
Florentina
Wulandari (23213565)
Irene Putri Islami (24213467)
Marini S.B (25213293)
Pidia Citra (28213856)
Marini S.B (25213293)
Pidia Citra (28213856)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan
rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah kami yang berjudul “Anti Monopoli dan Persaingan
Tidak Sehat” adalah untuk memenuhi tugas dari dosen yang bersangkutan.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah memberi bimbingan dan motivasi
yang sangat membantu dalam penyelesaian pembuatan makalah ini. Ucapan
terimakasih ini kami sampaikan kepada :
1. Ibu
Anisah selaku dosen mata kuliah Aspek
Hukum dalam Perekonomian.
2.
Kedua
orang tua kami yang telah memberikan motivasi serta doa kepada kami.
3. Serta teman-teman semua kelas 2EB19 yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada kami.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan diwaktu yang akan
datang.
Bekasi, 29 April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan hal yang baru bagi
Indonesia.Hal ini dapat dilihat dengan baru keluarnya Undang-Undang tentang
Monopoli pada tanggal 5 Maret 1999 dan berlaku secara efektif pada tanggal 5
Maret 2000, secara lengkapnya dengan nama Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sementara
di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat hal ini sudah menjadi perhatian
sejak masa lalu,bahkan telah diundangkan sejak ratusan tahun lalu. berlakunya
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek.
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat menjamin
tercapainyaiklim usaha yang kondusif bagi para pelaku pasar, sehingga nantinya
dapat terciptakesempatan berusaha yang lebih kompetitif.
Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan dapat menciptakan efisiensi
dalam melakukan kegiatan usaha, serta mendorong suatu kondisi persaingan usaha
yang sehat dan wajar sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan
ekonomi pada pelaku usaha tertentu.
Upaya-upaya untuk menyempurnakan undang-undang ini masih harus tetap dilakukan
monopoli sebenarnya bukanlah suatu tindakan yang terlarang dan undang undang
tidak melarang adanya monopoli ini, asalkan monopoli ini diperoleh dengan
mendapatkan posisi pasar tersebut melalui kemampuannya berusaha secara jujur
dengan prediksi usaha atau kejelian bisnis yang tinggi, menghasilkan barang
yang berkualitas dengan harga barang atau jasa yang dikehendaki oleh konsumen,
sumber daya manusia yang berkualitas dan lainnya, sehingga perusahaan tersebut
mampu berkembang sedemikian rupa dan dapat menguasai pasar.
A. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat
ditentukan rumusan masalah dalam makalah ini seperti:
1.
Apa
pengertian praktek monopoli dan persaingan tidak sehat?
2. Apa saja yang termasuk pada praktek monopoli?
3. Hal-hal apa saja yang tidak tergolong dalam praktek
monopoli?
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian praktek monopoli dan
persaingan tidak sehat
2. Mengetahui hal yang termasuk dalam praktek monopoli.
3. Memahami hal yang tidak termasuk praktek monopoli.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (CURANG)
Kata “ monopoli “
berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu
istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepadan
dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh
masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ di
kekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli,
antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan
pemakaiannya.Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu
keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia
lagi produk subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang
lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang
permintaan pasar.
Menurut UU nomor 5
tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau
suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun
1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak sehat) adalah
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.
a.
Ruang Lingkup Aturan Antimonopoli
Dalam Undang-undang Fair Trading di
Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah
perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 %
penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam
Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia, suatu monopoli dan monopsoni terjadi
jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen )
pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku
usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan tidak sehat”. Sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa
“pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a) Barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
b) Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau
jasa yang sama
c) Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu,
pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang Masyarakat
Eropa sebagai :
a) Kemampuan
untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
b) Kebergunaan
pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi mereka
perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
c) Dalam
ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat dicermati
dalam rangka memutuskan apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai tindakan
monopoli.
Sikap monopolistik tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Mempersulit
masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang bersangkutan
2) Melakukan
pemasungan sumber supply yang penting atau suatu outlet distribusi yang
penting.
3) Mendapatkan
hak paten yang dapat mengakibatkan pihak pesaingnya sulit untuk menandingi
produk atau jasa tersebut.
4) Integrasi
ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan persediaan modal bagi pesaingnya
atau membatasi akses pesaingnya kepada konsumen atau supplier.
5) Mempromosikan
produk secara besar-besaran
6) Menyewa
tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
7) Perbedaan
harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing dari pelaku pasar yang lain
8) Kepada
pihak pesaing disembunyikan informasi tentang pengembangan produk , tentang
waktu atau skala produksi.
9) Memotong
harga secara drastis.
10) Membeli
atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat atau tergolong
prospektif.
11) Menggugat
pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak paten, pelanggaran hukum anti
monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R, 1985:214 dalam
Munir Fuady, 2003:8).
B. Tujuan
Hukum Antimonopoli
Tujuan hokum antimonopoly diciptakan
adalah:
1)
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasionalsebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2)
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil
3)
Mencegah praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkanpelaku
usaha
4)
Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa perjanjian yang dilarang dan
kegiatan yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat
C. Perjanjian
yang dilarang
Salah satu yang diatur
dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu yang dianggap
dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang. Dalam pasal 1 butir 7 UU
Antimonopoli, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun baik secara tertulis maupun secara lisan. Perjanjian yang dilarang dalam
hukum anti monopoli yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan
curang,diantaranya:
1) Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan
produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau
seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Menurut UU Antimonopoli
pasal 4 ayat 1 dan2, pengertian oligopoli adalah:
Ø Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama sama
dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan curang.
Ø Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
2) Penetapan
harga(price fixing)
Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam
UU anti monopoli meliputi empat jenis
perjanjian yaitu:
a)
Penetapan harga (price fixing)
b)
Diskriminasi harga(price discrimination)
c)
Penetapan harga dibawah harga pasar atau
jual rugi (predatory pricing)
d)
Pengaturan harga jual kembali (resale
price maintenance)
3) Perjanjian
pemboikotan (Group Boycot)
Perjanjian pemboikotan
merupakan salah satu strategi yang dilakukan diantara pelaku usaha lain dari
pasar yang sama. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha
yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
4) Perjanjian
kartel
Larangan perjanjian
kartel diatur dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 11 yang berbunyi pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat .Perjanjian kartel merupakan perjanjian yang kerap kali terjadi dalam
praktek monopoli. Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap
kali terjadi dalam praktik monopoli.
D. Tinjauan
tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat
Pengertian Monopoli
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1),
pengertian monopoli
merupakan suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha. Sementara itu pengertian monopoli dalam Sherman
Antitrust Act menyatakan bahwa setiap kontrak, kombinasi atau penggabungan dan
konspirasi yang menghambat perdagangan atau bisnis dinyatakan sebagai tindakan
illegal.
Pengertian
Persaingan Usaha Tidak Sehat Mengenai pengertian persaingan usaha tidak sehat
diatur dalam Pasal 1 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menyatakan: “Persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa 19 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum
Bisnis Anti Monopoli, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006, hal 53 13 yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.”
Dengan pemilihan atas
dasar prinsip persaingan yang sehat, pengguna jasa mendapatkan penyedia jasa
yang andai dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi
ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang
ditetapkan. Disisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang
mendukung tumbuh dan berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan
mampu bersaing.
Pemilihan yang
didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbuka ataupun
langsung.Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi
yang diminta dapat mengikutinya.
Dari perspektif ekonomi
dan hukum, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa tujuan kebijakan persaingan
(competition policy) adalah untuk meminimalisasikan inisiensi perekonomian yang
diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat anti persaingan.
Persaingan usaha merupakan cara untuk menjamin tercapainya alokasi sumber daya
dengan tepat, menjamin konsumen mendapatkan barang/jasa dengan harga dan
kualitas terbaik dan merangsang peningkatan efisiensi perusahaan.
Di Indonesia ada beberapa bentuk
tindakan anti persaingan, diantaranya adalah:
a. Tindakan
anti persaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya.
Tindakan yang dilakukan adalah integrasi vertical yang bersifat strategis, dan
pembagian pasar;
b. Tindakan
anti persaingan yang dilakukan oleh perusahaan dengan dukungan atau persetujuan
pemerintah. Contohnya adalah asosiasi- asosiasi pengusaha yang bertindak
sebagai kartel atau tata niaga perdagangan;
c. Tindakan
anti persaingan badan usaha milik Negara.
Bentuk-bentuk tindakan
anti persaingan di Indonesia yang terbanyak adalah tindakan anti persaingan
kategori kedua dan ketiga.Artinya, penyebab utama tindakan anti persaingan
adalah karena pemerintah baik itu karena kebijakan distortif yang malah
menciptakan perilaku anti persaingan maupun karena kepemilikan pada BUMN/D dan
kecendrungan memproteksi pasar dimana BUMN/D itu bergerak.
Persekongkolan
Pelaku
usaha juga dilarang melakukan kegiatan persekongkolan yang membatasi atau
menghalangi persaingan usaha, karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, pengertian persekongkolan diatur
dalam Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menyatakan:
persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan
oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar
bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Mengenai
kegiatan persekongkolan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
yang menyatakan: pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
menentukan dan atau menetapkan pemenang tender yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Contoh
Kasus
Pengelolaan taksi Bandara di Indonesia pada saat ini dikeluhkan oleh
konsumen taksi. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya taksi dari bandara menuju
tempat yang ingin dituju oleh konsumen. Maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) sebagai lembaga independen yang bertugas mengawasi persaingan usaha di
Indonesia, melakukan penelitian terhadap mahalnya ongkos taksi yang harus
dibayarkan oleh konsumen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey
terhadap pelaku usaha taksi, koperasi taksi, pengelola wilayah taksi dan
konsumen taksi di Batam.
Penelitian ini dianalisis melalui pendekatan terhadap Undang-undang nomor 5
Tahun 1999 dengan analisis ekonomi untuk melihat pengaruh penetapan tarif taksi
terhadap surplus produsen dan surplus konsumen.
Penelitian ini menghasilkan suatu indikasi adanya praktek monopoli dan
penguasaan pasar oleh pelaku usaha di Bandara Hang Nadim. Kemudian adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha taksi yang bertentang dengan
peraturan yang berlaku di daerah Batam.
Latar Belakang
Bandara merupakan tempat yang menjadi sarana dan prasarana
untuk memudahkan dan melancarkan arus angkutan penumpang dan barang sejak dari
kedatangan sampai meningalkan bandara. Hal ini menjadikan bandara sebagai
tempat yang penting dan strategis, yang dapat menunjang serta meningkatkan
perekonomian di suatu wilayah tertentu.Orang perorangan yang lalu-lalang
melalui bandara memiliki kepentingan yang berbeda, dengan latar belakang yang
berbeda pula. Untuk itu, sebagai badan usaha yang bergerak dibidang jasa,
setiap bandara dituntut untuk dapat memberikan jasa pelayanan kepada penumpang
yang akan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan jasa angkutan umum darat.
Salah satu bentuk pelayanan yang disediakan oleh pihak pengelola bandara adalah
kenyamanan dalam penggunaan jasa pelayanan taksi.
Seiring dengan semakin murahnya tarif penerbangan di Indonesia,
mengakibatkan jumlah penumpang yang lalu lalang melalui bandara juga semakin bertambah.
Pertambahan ini tentunya juga mengakibatkan jumlah pengguna jasa angkutan darat
dari dan menuju bandara juga mengalami peningkatan dan tentunya hal ini diikuti
pula oleh adanya peningkatan kebutuhan pengguna jasa angkutan umum darat. Hal
inilah yang memicu hadirnya badan usaha atau koperasi yang mengelola jasa
angkutan umum darat dari dan menuju bandara seperti taksi dan bis.
Adanya taksi bandara sebagai salah satu jasa pelayanan penunjang kegiatan
penerbangan merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dikelola PT Angkasa Pura
selaku pengelola bandara sebagai suatu kegiatan komersial. Kewenangan PT
Angkasa Pura untuk mengelola bandar udara dan jasa-jasa penunjangnya tersirat
dalam Pasal 31 UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yang menyatakan bahwa
penyelenggaraan bandar udara untuk umum dan navigasi penerbangan dilakukan oleh
Pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara
yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Taksi bandara tersebut dalam operasionalnya diberikan kebebasan untuk
mengangkut penumpang dari dan ke bandara. Dan pada saat mengantarkan penumpang,
meskipun setiap armada taksi bandara telah dilengkapi oleh mesin argometer,
pada prakteknya sewaktu mengantar penumpang dari bandara, argometer tersebut
tidak dipergunakan (dimatikan). Biasanya tarif telah ditetapkan oleh koperasi
taksi bandara, dimana besarnya tarif tergantung dari lokasi trip. Tarif yang
diterapkan ini cenderung merugikan penumpang karena besarnya tarif tersebut
jauh di atas tarif bila argometer digunakan. Bukan hanya adanya penetapan tarif
yang dianggap terlalu tinggi dan merugikan penumpang namun penumpang juga
sering mengeluhkan tarif yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh armada yang layak.
Selain itu, hampir seluruh bandara udara di Indonesia tidak menyediakan
jasa angkutan lain dari bandara udara ke satu wilayah yang dituju. Taksi
merupakan satu-satunya angkutan umum yang ada sehingga penumpang tidak memiliki
pilihan angkutan lain. Namun tidak semua bandara di Indonesia memberlakukan
kebijakan ini. Untuk wilayah bandar udara Soekarno-Hatta, tidak hanya taksi
yang beroperasional di wilayah ini, namun juga terdapat bis DAMRI yang
digunakan untuk mengangkut penumpang dari dan ke bandara Soekarno-Hatta, dengan
cakupan wilayah operasional meliputi jabodetabek. Kemudian, berdasarkan hasil
kajian yang dilakukan Direktorat Kebijakan Persaingan, di tahun 2003 tercatat
1550 armada beroperasi di wilayah Bandara Soekarno-Hatta dengan jumlah pengemudi
sebesar 2400 orang.
Karena tidak adanya pilihan lain dalam menggunakan jasa pelayanan taksi di
bandara, mau tidak mau penumpang yang baru datang harus menggunakan jasa
layanan yang ada meskipun taksi tersebut tidak mengoperasionalkan argometer dan
tarif yang ditetapkan jauh di atas tarif bila menggunakan argometer. Keadaan
ini tentu saja akan sangat merugikan penumpang karena mereka harus membayar
lebih mahal untuk jasa layanan yang seharusnya ada substitusinya. Selain itu,
hal ini juga merugikan kompetitor lain, karena pengemudi taksi dari armada lain
tidak mendapat kesempatan mengambil penumpang dari bandara.
Pembahasan
studi kasus diatas
Bandar udara Hang Nadim adalah Bandar Udara Internasional yang berada di
Pulau Batam, propinsi Kepulauan Riau. Dengan letak koordinatnya adalah 01° 07'
07" LU 104° 06' 50" BT. Dengan landas pacu sepanjang 4.025 meter
dengan lebar 45 meter, arah navigasi (nomor run way) 04 dan 22. Sehingga sudah
bisa didarati oleh pesawat berbadan lebar seperti boeing 747 dan sejenisnya.
Dibangun oleh Badan Pengembangan Otorita Batam dari tahun 1990 sampai
dengan tahun 1995. Dan resmi menjadi Bandar Udara Internasional pada tahun
2000. Sedangkan untuk penerbangan ke luar negeri sementara ini melayani
Penerbangan Haji untuk kloter dari Batam sendiri maupun kloter dari daerah
lain. Serta melayani penerbangan transit internasional Batam-Penang. Lokasi
Bandar Udara berjarak kurang lebih 7 KM dari pusat kota. Transportasi dilayani
menggunakan taxi dan juga angkutan umum lainnya. Dari Bandara Sukarno Hatta
Jakarta menuju Bandara Hang Nadim memerlukan waktu terbang 1 jam 20 menit
menggunakan pesawat Boeing 737 dan sejenisnya.
Kesimpulan
studi kasus
Permasalahan monopoli taksi bandara di Bandara Hasanuddin Makassar
bertentangan dengan UU No. 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
Dibutuhkan
strategi advokasi yang baik untuk mengubah perlaku pengusaha dan pembuat
kebijakan untuk menghapuskan praktek monopoli ini. Dari strategi advokasi
disimpulkan perlu
dilakukan
hal-hal berikut :
Ø Melakukan advokasi ke Pemprov. Sulsel dan PT. Angkasa
Pura I dalam bentukpertimbangan dan saran serta dengar pendapat.
Ø Melakukan advokasi ke Kopsidara dalam bentuk dengar
pendapat, dan surathimbauan.
Ø Melakukan advokasi ke Lembaga Perlindngan Konsumen dalam
bentuk dengarpendapat, penyampaian kajian taksi bandara, dan survey.
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Dari paparan penjelasan
diatas mengenai monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka pengertian dari
masing-masingnya dapat disimpulkan sebagai berikut.Monopoli adalah penguasaan
atas produksi atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau
suatu kelompok usaha hal ini diperjelas dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1
butir 1 UU Antimonopoli. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu
persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha, tentang persaingan usaha yang tidak sehat pun juga tercantum
dalam nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli.
1.2
Saran
Menyadari bahwa kami
sebagai penulis dan penyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
penulis akan lebih fokus dan detaildan tentunya dapat di pertanggung jawabkan.Dan
mohon maaf apabila ada salah kata maupun penulisan dalam makalah ini.Untuk
saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan.Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum
Bisnis Anti Monopoli, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006, hal 53
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia,
Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Indonesia, Erlangga, Jakarta: 2002, hal
326
Munir fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori
dan Praktek Buku Kedua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 1999, hal 146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar