Teori serta Kasus Hukum Perdata PT. Metro Batavia vs
PT. GMF
Disusun oleh :
IRENE PUTRI ISLAMI
Kelas :
3EB19
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan
rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
kami yang berjudul “Sejarah Berdirinya Koperasi” adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen yang bersangkutan.
Saya mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah memberi bimbingan dan motivasi yang sangat membantu dalam
penyelesaian pembuatan makalah ini. Ucapan terimakasih ini saya sampaikan
kepada :
1.
Ibu Oktavia Anna Rahayu selaku dosen mata kuliah Aspek Hukum
dalam Ekonomi.
2.
Kedua
orang tua saya
yang telah memberikan motivasi serta doa kepada saya.
3.
Serta
teman-teman yang merupakan adik-adik kelas saya, kelas 2EB33 yang telah memberikan berbagai
informasi kepada saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan untuk
perbaikan diwaktu yang akan datang.
Bekasi, 28 April 2016
(Penulis)
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Apa
yang terjadi apabila seseorang atau badan hukum telah terikat dalam suatu
perjanjian/kontrak, tetapi seseorang atau badan hukum tersebut tidak dapat
memenuhi prestasinya, yang dikenal dengan istilah wanprestasi? Indonesia
sebagai negara hukum, telah mengatur situasi tersebut sebagai salah satu kasus
Hukum Perdata.
Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitkiberatkan kepada
kepentingan perseorangan. Maka dari itu, sangatlah pantas apabila wanprestasi
dikategorikan sebagai kasus perdata.
Pada
umumnya, seseorang atau badan hukum yang terlibat kasus wanprestasi akan
membayar sejumlah denda. Namun, ada juga yang menerapkan hukuman sita jaminan
bagi mereka yang tebuki melakukannya. Yang dimaksud dengan sita jaminan adalah
jaminan berupa uang atau aset lain yang diserahkan oleh pengugat ke pengadilan
yang dapat dipakai untuk mengganti biaya yang diderita oleh termohon jika
ternyata permohonan tersebut tidak beralasan.
Konflik
yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance Facility
Aero Asia merupakan salah satu contoh kasus wanprestasi. Kasus ini bermula
ketika GMF memberikan biaya jasa kepada Batavia Air, seperti menambah angin ban
dan penggantian oli pesawat. Sampai pada akhirnya, Batavia Air tidak juga
melunasi biaya perawatan pesawat yang telah jatuh tempo sejak awal tahun
2008.GMF menuding Batavia telah melakukan wanprestasi sampai jatuh tempo. Total
nilai utang yang seharusnya dilunasi oleh Batavia Air adalah sebesar 1,192 juta
dollar AS.
Untuk
menyelesaikan penagihan utang tersebut, GMF telah mengajukan gugatan perdata
terhadap Batavia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 September
2008. Pada tanggal 4 Maret 2009 lalu, untuk pertama kalinya Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang
milik Batavia dengan surat penetapan sita jaminan Nomor
335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan
pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang
berbeda. Agar gugatan tidak sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan agar
selama perkara berlangsung Batavia tidak memindahtangankan atau
memperjualbelikan asetnya.Ketujuh pesawat Batavia berstatus sita jaminan sampai
kewajibannya dilunasi.Batavia juga dihukum membayar sisa tagihan kepada GMF
atas biaya penggantian dan perbaikan mesin bearing pesawat Batavia.Maskapai
penerbangan itu terbukti melakukan wanprestasi terhadap pembayaran utang
sebesar AS$ 256.266 plus bunga 6 persen per tahun terhitung sejak 17 November
2007.Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menolak seluruh gugatan
yang diajukan PT Metro Batavia terhadap GMF AeroAsia dalam perkara kerusakan
dua engine berkode ESN 857854 dan ESN 724662.Keputusan ini dibacakan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 Maret 2009.
Meski
ketujuh pesawat Batavia disita, pesawat Batavia masih bisa beroperasi selama
masa sitaan di wilayah Indonesia.Karena apabila pesawat berada di luar negeri,
pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi.Hal itu
untuk menjaga kepentingan transportasi umum tetap terlayani. Izin operasional
ini masuk dalam penetapan sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Maret 2009 yang diumumkan kuasa hukum
Garuda, Adnan Buyung Nasution. Dalam hal ini berdasarkan Pasal 227 HIR dan
Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau bentuk harta kekayaan debitur, baik
yang bergerak maupun tidak bergerak, menjadi tanggungan atau jaminan untuk
segala utang debitur. Sita jaminan hanya dilarang terhadap hewan dan barang
yang bisa digunakan untuk menjalankan pencaharian debitur.Pesawat terbang bisa
dijadikan objek sita jaminan.Pesawat tidak dikategorikan sebagai barang yang
diatur dalam Pasal 196 HIR, melainkan sebagai alat perdagangan.
Penetapan
itu berbunyi, mengabulkan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag)
penggugat dengan batasan dan ketentuan sebagai berikut.Pertama, menyatakan
pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut tetap dapat dioperasikan demi
kepentingan pelayanan transportasi umum selama dalam sitaan.Kedua, menyatakan
pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut hanya boleh dioperasikan terbatas
dalam wilayah Negara Republik Indonesia selama dalam sitaan.Ketiga,
memerintahkan termohon (Batavia Air) merawat pesawat-pesawat terbang dalam
sitaan itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan biaya
yang dibebankan kepada termohon sita. Keempat, memerintahkan termohon untuk
selalu melaporkan kepada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara
dan Pengoperasian Pesawat Udara dan Pemohon atas setiap perubahan pada pesawat,
termasuk tidak terbatas pada mesin pesawat udara dan auxiliary power unit (APU)
dari pesawat yang disita. Kelima, memerintahkan termohon sita menghadirkan
pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut di Bandara Soekarno-Hatta pada
saat sita jaminan diletakkan oleh Pengadilan Negeri. Keenam, memerintahkan juru
sita Pengadilan Negeri melaporkan sita jaminan atas pesawat-pesawat terbang
yang telah diletakkan pada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara
dan Pengoperasian Pesawat Udara. Ketujuh, memerintahkan juru sita Pengadilan
Negeri yang melakukan sita jaminan pesawat terbang berkoordinasi dengan
Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat
Udara dalam melakukan sita jaminan, terkait dengan identifikasi pesawat terbang
dan status pesawat guna menghindari terjadinya peletakan sita jaminan dan
eksekusi yang sia-sia. Kedelapan, memerintahkan termohon sita melaporkan segala
perubahan barang tersita kepada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan
Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara.
Batavia
melaporkan penyitaan kepada Departemen Perhubungan supaya dicatat, atas pesawat
yang disita ke Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen
Pehubungan Udara Departemen Perhubungan.Pencatatan itu terkait dengan
identifikasi dan status pesawat agar sita jaminan tidak sia-sia, termasuk
setiap perubahan terhadap pesawat selama dalam masa sitaan.Selain itu, Batavia
harus merawat pesawat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.Majelis
hakim membebankan biaya perawatan itu ke Batavia.
LANDASAN TEORI
Pengertian
Prestasi
Prestasi
merupakan obyek dari perikatan, yaitu hal pemenuhan perikatan. Macam-macam
prestasi adalah :
·
Memberikan sesuatu
Seperti membayar
harga, menyerahkan barang, dan sebagainya.
·
Berbuat sesuatu
Misalnya memperbaiki
barang yang rusak,membonkar bangunan, kesemuanya karena putusan pengadilandan
sebagainya.
·
Tidak berbuat sesuatu
Misalnya untuk tidak
mendirikan suatu bangunan, tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemuanya
karena ditetapkan oleh putusan pengadilan.
Pengertian
Wanprestasi
Wanprestasi
berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk.Adapun yang dimaksud
wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya,
debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam
perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi
yaitu:
·
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Sehubungan dengan
dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinyamaka dikatakan debitur tidak
memenuhi prestasi sama sekali.
·
Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya
Apabila prestasi
debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
·
Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau
keliru.
Debitur yang
memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak
dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama
sekali.Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang
adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah
atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri,
ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan”. Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan
bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke
stelling).
Pengertian
Somasi
Somasi
adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi
ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam
jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Dalam
perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan
kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah
pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan
maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis. Adapun bentuk-bentuk
somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
·
Surat perintah
Surat perintah
tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat
penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan
selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru
Sita”
·
Akta sejenis
Akta ini dapat
berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
·
Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya sejak
pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Ganti
Kerugian
Penggantian
kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en
interessen” (pasal 1243 dsl).Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan
penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah
dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda
si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen),
yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan
merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat
antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada
dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
a)
Conditio Sine qua Non (Von Buri)
Menyatakan
bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa
B tidak akan terjadi jika tidak ada peristiwa A
b)
Adequated Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan
bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila
peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan
akibat (peristiwa B).
Dari
kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated
Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang
selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori
inilah yang paling mendekati keadilan.
Seorang
debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela
dirinya, yaitu:
a)
Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmach);
b)
Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai;
c)
Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti
rugi.
Pengertian
Sanksi
Sanksi
adalah hukuman yang dijatuhkan oleng pengadilan.
Apabila
debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada debitur, yaitu:
1)
Membayar kerugian yang diderita kreditur;
2)
Pembatalan perjanjian;
3)
Peralihan resiko;
4)
Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.
PT.
GMF melakukan Perikatan dengan PT. Batavia dengan memberikan biaya jasa kepada PT.
Batavia, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat dengan batas
waktu sejak awal tahun 2008.
Sebab
Berakhirnya Perikatan
Pembayaran
(betaling) artinya jika kewajiban terhadap perikatan itu telah
dipenuhi.Pembayaran harus diartikan luas, misalnya seorang pekerja melakukan
pekerjaan termasuk juga pembayaran. Ada kemungkinan pihak ketiga yang membayar
hutang seorang debitur kemudian ia sendiri menjadi kreditur baru pengganti
kreditur yang lama. Keadaan semacam itu disebut subrogasi.PT. Metro Batavia
harus membayar hutang sebesar 1,192 juta dollar AS yang sudah jatuh tempo pada
awal tahun 2008.Agar gugatan tidak sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan
agar selama perkara berlangsung Batavia tidak memidahtangankan atau
memperjualbelikan asetnya, PT. GMF menyita tujuh pesawat PT. Metro Batavia.
Perjanjian
antara pihak pertama PT. GMF memberikan biaya jasa kepada PT. Metro Batavia,
seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat, dimana PT. Metro
Batavia membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan kepada PT. GMF.
ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan
kasus wanprestasi antara PT. Metro Batavia dan PT. Garuda Maintanence Facility
yang sudah dibahas sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan
permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat
penetapan sita jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh
pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri
dan nomor registrasi yang berbeda. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan penerapan Pasal 227 HIR,
Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196 HIR?
Di
dalam Pasal 227 HIR disebutkan bahwa “Jika ada sangka beralasan bahwa Tergugat
akan menggelapkan atau memindahtangankan barang miliknya dengan maksud akan
menjauhkan barang tersebut dari Penggugat, maka atas permohonan Penggugat
Pengadilan dapat memerintahkan agar diletakkan sita atas barang tersebut untuk
menjaga/menjamin hak Penggugat”.Isi pasal tersebut, sesuai dengan permohonan
sita jaminan yang diajukan PT. GMF agar selama perkara berlangsung, Batavia
tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya.
Dalam
hal ini, Penyitaan dalam sita jaminan bukan dimaksudkan untuk melelang, atau
menjual barang yang disita , namun hanya disimpan oleh pengadilan dan tidak
boleh dialihkan atau dijual oleh termohon/tergugat. Dengan adanya penyitaan,
tergugat kehilangan kewenangannya untuk menguasai barang, sehingga seluruh
tindakan tergugat untuk mengasingkan, atau mengalihkan barang-barang yang
dikenakan sita tersebut adalah tidak sah dan merupakan tindak pidana.
Pasal
1311 KUHPerdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang
bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan.
Pihak GMF sejak semula telah meminta kepada Batavia Air agar hartanya,
yaitu tujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan
tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda, secara khusus dijadikan
jaminan pembayaran utang. Sehingga apabila dikemudian hari pada saat jatuh
tempo PT. Batavia Air tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau
melunasi utangnya maka harta tergugat tersebut dapat dieksekusi oleh penggugat
melalui prosedur tertentu.
Pasal
196 HIR menyatakan bahwa jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk
memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka fihak yang menang memasukkan
permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan
negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan
itu Ketua menyuruh memanggil fihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan,
supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang
selama-lamanya delapan hari.
Penjelasan:
Biasanya pihak yang kalah itu dengan kemauan sendiri mematuhi isi keputusan
hakim, akan tetapi apabila ia lalai atau tidak mau memenuhinya, maka pihak yang
menang baik dengan lisan maupun dengan surat memajukan permintaan kepada
pengadilan negeri yang telah memutus perkara itu, untuk melaksanakan keputusan
tersebut. Ketua pengadilan kemudian menyuruh memanggil pihak yang kalah itu dan
diberi ingat supaya dalam tempoh yang ditetapkan oleh ketua yang selama-lamanya
delapan hari, memenuhi keputusan itu. Setelah lewat tempo yang ditetapkan itu
dan yang kalah belum juga memenuhi perintah hakim, maka menurut pasal 167 hakim
kemudian memerintahkan kepada Panitera untuk menyita barang-barang terangkat
milik orang yang kalah sekira cukup untuk memenuhi tagihan uang dan biaya
eksekusi.
Berdasarkan
kasus wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Batavia terhadap PT. GMF dan analisis
kasus yang sesuai dengan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196
HIR, maka kami menyatakan bahwa kasus wanprestasi GMF terhadap Batavia
dibenarkan untuk melakukan sita jaminan sampai Batavia dapat melunasi utang
sebesar….
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum
perdata bersumber pokok pada kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku di
Indonesia sejak tanggal 1 mei 1848 KUHP yang berdasarkan asas konkordansi.
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang
terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam
pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi
dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal.Hukum perdata
material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum
perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila
dilanggar oleh orang lain.
Kasus
Hukum Perdata PT. Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia
terdapat masalah jatuh tempo dari PT Metro Batavia yang sesuai dengan Pasal 196
HIR (Herzien Inlandsch Reglement), terdapat juga Pasal 227 HIR yang berisikan
sita jaminan untuk PT Metro Batavia dan Pasal 1311 KUHPerdata Kebendaan
siberhutang berhak menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Semua keputusan pengadilan sesuai dengan Hukum Perdata yang berlaku.
Dilihat
dari pembahasan dan penjabaran masalah kasus wanprestasi di atas yang mengenai
konflik antara PT Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia,
penulis menyimpulkan bahwa kasus tersebut merupakan tindak perdata yang sesuai
dengan penerapan pasal 227 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), pasal 1131
KUHPerdata, dan pasal 196 HIR.Untuk itu, segala keputusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang telah dibuat sudah sesuai dengan perkara kasus yang
berdasarkan hukum yang telah ditetapkan.
Saran
Dengan
adanya kasus Wanprestasi antara PT Metro Batavia dan PT GMF kami mengharapkan
agar masyarakat pada umumnya dapat terlebih dahulu memahami seluruh isi
perjanjian kontrak kerja sebelum menyetujui kontrak terse but. Dengan demikian
masyarakat dapat memenuhi apa yang menjadi Hak dan Kewajiban dari isi
perjanjian tersebut, agar masyarakat tidak mendapat masalah dengan perjanjian
kontrak.
DAFTAR PUSTAKA
http://karyatulisilmiah.com/peranan-hukum-dalam-pembangunan-ekonomi/
http://dokumen.tips/download/link/kasus-wanprestasi
http://hukumonline.com/klinik/detail/cl33/wanprestasi-dan-penipuan
http://hukumonline.com/klinik/detail/lt4df06353199b8/apakah-kasus-wanprestasi-bisa-dilaporkan-jadi-penipuan-
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-prestasi-wanprestasi.html?m=1
http://dininurulrohmah.blogspot.com/2015/03/pengantar-peranan-hukum-dalam-ekonomi.html?m=1
http://www.legalakses.com/wanprestasi/?fdx_switcher=true
Tidak ada komentar:
Posting Komentar