난 영원한 너의 피터팬 (I am your eternal Peter Pan),

난 영원한 너의 피터팬 (I am your eternal Peter Pan),

Rabu, 27 November 2013

Tulisan Pengantar Bisnis 3


IMAGE BISNIS NESTLE (Tulisan Pengantar Bisnis 3)






Nama : Irene Putri Islami
Kelas : 1EB22
NPM : 24213467



I.                   Pendahuluan

Siapa diantara kalian yang tidak mengetahui Nestle? World branding yang sudah terkenal sejak tahun 1970an ini adalah salah satu Family Branding dengan mengutamakan tanggung jawab social untuk konsumennya. Mari kita lihat bersama-sama  image bisnis dari branding ini. Mulai dari sepak terjang pada awal-awal tahunnya yang mengalami kesulitan karena pemboikotan sampai terus save dan mulai belajar untuk memperbaiki kesalahan kenapa bisa terjadi pemboikotan, bagaimana mereka mengatasi masalah itu hingga sekarang menjadi salah satu branding yang sudah terkenal ke seluruh mancanegara.


II.                ISI


Image bisnis Nestle
Nestle merupakan perusahaan yang menghasilkan susu formula untuk bayi didirikan oleh Henri Nestle. Nestle percaya bahwa menyusui adalah hal terpenting bagi bayi. Prinisip ini dipegang teguh oleh Nestle hingga kini. Susu formula ciptaan Henri Nestle didesain untuk menyelamatkan hidup bayi, karena pada saat itu tingkat kematian bayi sangat tinggi di Switzerland.
Pada tahun 1974, Nestle mengalami masalah susu formula (lactogen) yang kemudian menjadi krisis berkepanjangan akibat pemboikotan yang dilakukan di Inggris dan citra Nestle menjadi rusak. Namun sejak musibah itu muncul, Nestle tidak bergeming dan tetap menggunakan merek Nestle, dan tidak pernah melakukan rebranding ataupun reposistioning. Musibah tersebut bukan disebabkan karena produk Nestle jelek, namun karena kesalahan pemasaran dan auir untuk membuat susu adalah air yang terkontaminasi.
Pada saat itu Nestle melakukan pemasaran dengan cara memberikan sampel gratis pada ibu yang baru melahirkan di rumah sakit dan hal ini menunjukkan bahwa Nestle yang lalai dengan hanya menanamkan di otak konsumen bahwa susu formula itu baik, tanpa sedikitpun menyinggung bahwa air susu ibu (ASI) adalah yang paling baik bagi bayi. Sehingga pada saat itu Nestle tampak seperti monster yang hanya mengejar keuntungan bagi perusahaan semata dan tidak memiliki tanggung jawab social. Hal ini menyebabkan Nestle mengalami kesulitan membangun kembali merek yang sudah hancur pada kekuatannya semula. Hingga 20 tahun lamanya Nestle diboikot oleh Inggris.
Dalam memperbaiki dan mempertahankan mereknya, Nestle tidak hanya respect pada kuasa hukum dan aturan, tapi juga respect terhadap sejumlah organisasi social yang memberikan kritikan-kritikan tajam. Selama krisis, Nestle tetap bertahan pada label merek-merek yang mengusung nama besar Henri Nestle dan menggunakan beberapa instrument komunikasi pemasaran seperti promosi penjualan dan mengiklankan image, namun hal ini dilakukan dengan sangat hati-hati, khususnya untuk produk susu formula.
Tahun 1982, Nestle mengadopsi artikel WHO Code yang selanjutnya menjadi kebijakan Nestle pada saat itu yaitu tidak beriklan secara umum, tidak memberi sampel gratis kepada para ibu, tidak menggunakan komisi atau bonus penjualan, tidak menggunakan gambar ayi pada label, selalu mencantumkan pernyataan bahwa menyusui itu penting dan sebagainya.
Untuk dapat terus maju, Nestle memakai strategi pemasaran manajemen merek yaitu Family Branding. Dimana Nestle memasykkan beberapa produk setara ke dalam satu merek seperti Milo dan Dancow. Nestle tidak hanya memproduksi susu formula tapi juga menghasilkan makanan bayi, kopi, sereal hingga makanan binatang dan kosmetik. Keuntungan yang diperoleh Nestle dengan menggunakan Family Branding adalah beberapa produk setara namun tidak saling bersaing akan dapat dipromosikan dengan hanya menggunakan satu cara promosi dan konsumen akan dilibatkan pengalaman mereka terhadap satu merek yang telah mereka kenal.
Berdasarkan data yang ada dan analisis SWOT yang dilakukan diperoleh produk susu selalu mendominasi penjualan Nestle. Hal inilah yang menyebabkan Nestle mempertahankan produk susu. Selain itu hingga kini, susu formula Nestle yang bernama Lactogen juga masih dipertahankan padahal saat musibah terjadi, Lactogen-lah yang menjadi pemicu terjadinya pemboikotan. Nestle mempertahankan produk Lactogen, karena Nestle merasa bahwa Lactogen memiliki kualitas terbaik dan dapat dipakai sebagai ASI dalam kasus-kasus tertentu (ibu tidak memiliki jumlah ASI yang cukup, ibu mengidap virus HIV, ibu yang bekerja sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk menyusui, dan sebagainya). Selain itu, bila Nestle mengganti nama, secara tidak langsung Nestle mengaku salah. Padahal musibah terjadi hanya karena masalah kurangnya komunikasi.
Saat krisis terjadi, Nestle tidak terlihat memiliki tanggung jawab social. Namun kemudian Nestle belajar dari kesalahan, kini Nestle termasuk salah satu bisnis yang sangat sukses dengan komitmennya yang kuat pada tanggung jawab social. Nestle merupakan anggota dari Bit C, The per cent club and The Charity Aid Foundation yang focus pada pendidikan, jaringan klub anak-anak dan sebagainya. Selain itu, Nestle juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan karyawan dan serikat buruh. Menurut Blackburn (2003) sejak diboikot, Nestle terus melakukan berbagai usaha. Pertama melakukan dialog terbuka kepada pemboikot, namun Nestle tidak pernah sukses. Kedua, aspek kunci untuk melakukan pendekatan konfrontasional rendah sebagai solusi dari masalah etika dan kredibilitas. Hal ini merupakan masalah riil yang Nestle hadapi. Karena faktanya Nestle tidak menjual susu formula di Inggris adalah suatu kerugian utama.


III.             Penutup

Sekian tulisan mengenai Image Bisnis Nestle yang bisa saya tulis dan bahas. Perlu kita simak baik-baik moral dan perilaku etis Nestle adalah keuntungan jangka panjang, image dan keamanan masa depan yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para pebisnis untuk memulai bisnisnya dengan mengutamakan tanggung jawab social untuk konsumen dan orang-orang yang terlibat di dalam bisnis tersebut.

IV.              Daftar Pustaka

Situmorang, Syafrizal Helmi. 2009. Bisnis: Perencanaan dan Pengembangan. Jakarta: Mitra Wacana Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar